H

RUWAT ONTANG – ANTING

RUWAT ONTANG – ANTING
Oleh : Ali Ibnur Anwar

Siapa mengayun senyum sinis dari luar rumah ini?
Bintang waktu menulis nasib
Sesinis senyum dari luar pagar rumah
Akulah ontang – anting
Yang selalu menyimpan sepi di malam hening
Tak ada pertanyaan yang terjawab
Bala nanti – menanti
Segelas air tersuguh dari do’a ibuku
Guruh dan petir adalah kedua tanganku
Yang siap menghantam dengan gerak semilir.

Di hari bahagia,
Seribu terali telah disiapkan
Untuk mengurung api
Karena akan dating desis kabut dan angin geram
Dan rerintik sial haling – menghalang
Menetang bathin yang gersang
Takdir telah digariskan
Sebagai titah sang raja pada rakyatnya
Namun tak untuk dipatuhi sepenuhnya


RUWAT ONTANG – ANTING
Ontang – anting, buah yang telah masak
Dalam nyala waktu yang singkat
Orang – orang berebut mengambil galah di gua – gua tirakat
Lorong hujan,
Lorong yang menjelma kesunyian
Dua arah angin bertarung
Sebagai naga hari yang saling belit
Ruhlah mata abadi yang menatap
Jasad hanya kedipan bola lampu tanpa aliran listrik.

“Terimalah desau kabut nestapa, pisau yang akan menetak bulu
Kudukmu
Wahai para pembawa galah!”.

Siapa yang membujukku mengayun luka keluar rumah ini?
Telah aku simak nasehat orang bersurban putih
Yang membawa pembalut luka
Akulah tebing licin berdinding ketabahan

Disurau, empat belas orang menanti
Dengan surat – surat keramat
Bunga tujuh rupa tersaji dalam baskom putih
Menawarkan bau tikar yang berlumut
Perlahan, suara – suara serak menyayat ayat – ayat
Tubuh getar – gemetar memburu keyakinan
Yang tenggelam dam rintik keringat.

Selembar kafan membungkus keangkuhan
Yang tertimbun dalam derai santun
Aku jadi cemburu pada nasib yang selalu dituntun
Bulan bergegas menggandeng malam
Serupa tangan sepasang kekasih yang menyimpan kerinduan.

Siapakah yang setia merawat nasib?
Nasib terlampau pandai merawat dirinya sendiri.


LihatTutupKomentar